Hidup
bukanlah seperti matahari, yang bersinar sepanjang hari. Hidup juga
bukanlah angin yang terus mengembara melintasi musim dan masa. Hidup
sederhana saja, ia laksana musim bermekaran bunga, singkat, indah dan
pasti akan meluruh. Tak ada bunga di dunia ini yang benar-benar abadi,
sekalipun edellweis dari dataran dan puncak gunung tinggi. Semuanya
laksana musim, berganti dan terus berganti. Tak ada kemarau sepanjang
tahun, tak ada pula hujan seluruh waktu. Hidup punya logikanya sendiri.
Kadang panas, kadang hujan. Kadang suka kadang duka. Kadang sehat, dan
terkadang sakit.
Dalam sebuah kesemapatan, seorang tokoh dunia hiburan Amerika serikat mengatakan :
“ Jika anda menginginkan pelangi, anda harus rela untuk bertahan dalam hujan”.
Benar
apa yang dikatakannya, untuk bisa sukses, kita harus berani menanggung
segala resiko yang terjadi. Sekalipun bertahan dalam hujan atau bahkan
badai. Dan dari sinilah segala macam teori, konseptual, keyakinan dan
loyalitas kita diuji. Melawan badai berarti membuktikan karakter dan
merahnya darah kita. Siapa yang teruji ia akan terus melaju bersama dan
siapa yang gagal dan menyerah ia akan terpinggirkan jaman. Berada dalam
kisah-kisah masa lalu yang secara perlahan akan terlupakan.
Dalam
organisasi, maupun individual nantinya, kegagalan bukanlah hal yang
harus ditakutkan. Dengan kegagalan kita bisa belajar dan punya
pengalaman. Dan dengan pengalaman, kita mampu memberikan nilai terhadap
proses yang kita jalani kemudian. Tak ada yang tiba-tiba menang dalam
sebuah pertandingan, dan tak ada cerita sukses sebuah organisasi tanpa
rentang panjang perjalanan yang dilaluinya. Dan tentu saja dalam
perjalanan itu, bisa dipastikan tidak semua laksana jalan tol, mulus
tanpa lobang dan kerusakan. Normalnya kehidupan, dalam sebuah proses
perjalanan, ada saja satu, dua, atau kesekian akan mengalami
ketidaksuksesan atau kegagalan.
Berani
menanggung kegagalan adalah jiwa kstaria dan pemberani. Bukan harus
lari dan dihindari. Disinilah lagi-lagi karakter menentukan seberapa
kuat seseorang bertahan dalam terpaan kegagalan amat menentukan.
Ia bertahan atau lari mengindar, keduanya adalah pilihan yang rasional.
Siapapun boleh-boleh saja terus bertahan atau memilih keluar dari
gelanggang. Tokh, permainan tidak hanya akan kita temui saat ini saja.
Dalam waktu dan kondisi yang kurang lebih sama, kita juga pasti akan
bertemu dengan sebuah badai yang mengguncang kesadaran kita, memilih
bertahan atau lari menghindari kenyataan.
Hadapi
bahwa ketidaksuksesan memang terjadi, tetapi ketidaksussesan tidak
berarti kita gagal. Ketidaksuksesan hanya berarti bahwa kita harus
mencoba lagi. Lagi dan lagi. Pertanyaannya seberapa besarkah keinginan
kita untuk sukses? Apakah cukup besar untuk kembali memulai dari awal?